another point of view (4): we are the enterprise

Another Point of View (4): We Are The Enterprise

Celoteh Bisnis

We are the Enterprise

Di Another Point of View (1): Dunia dengan Berjuta Pilihan, saya bercerita bahwa dunia kini dibanjiri dengan pilihan. Berjuta, rasanya 🙂

Dunia bisnis saat ini sudah dipenuhi dengan ‘supply‘. Impian untuk dapat membuat perusahaan yang melegenda, seperti ‘the big boys‘ yang sudah memulai semuanya lebih dulu sejak bertahun-tahun atau bahkan berdekade-dekade yang lalu, sudah harus mulai saya kesampingkan dulu. Paling tidak, untuk saat ini.

*Percayalah, dari apa yang saya lihat, that ‘the big boys’… saat ini juga sedang bingung melakukan ‘pivot’ mengubah cara dirinya dalam ‘berbisnis’. Bukan karena daya beli kita yang turun. ‘Gaya beli’nya yang berubah. Kepadatan traffic dari supply dan demand-nya yang sudah sedemikian tinggi saat ini.

Saat ini kita tidak bisa lagi berharap merek dari perusahaan yang kita bangun bisa akan selalu menjadi pilihan selama berpuluh-puluh tahun seperti karier Michael Landon (1959-1989: Bonanza, Little House on the Prairie, Highway to Heaven).

Tanpa bermaksud merendahkan kemampuan dan kharisma mendiang Michael Landon, bila hidup di era sekarang, beliau juga akan menghadapi hal yang sama dan mungkin tidak bisa menjadi aktor pilihan para sutradara dan produser (atau bahkan penonton) selama belasan atau puluhan tahun lamanya.

Apa yang dulu bisa dicapai oleh suatu merek atau perusahaan, bertahan belasan atau puluhan tahun, meraih omzet puluhan atau ratusan milyar tiap tahun, kini sepertinya hanya bisa kita raih dengan memiliki lebih dari 1 bisnis dan terus adaptif dengan perubahan yang ada.

Peningkatan jumlah pilihan yang semakin banyak dan perubahan yang situasi pasar yang semakin cepat, membuat fokus pada ‘hanya’ 1 bisnis sudah tidak relevan lagi saat ini. “Wis gak usum!“, kalau istilah kota kelahiran saya 🙂

Memiliki beragam bisnis untuk melayani beragam demand saat ini, lebih baik dibandingkan hanya fokus di 1 bisnis dan 1 produk saja, dan berharap konsumen tidak pernah berubah.

Ingat, menjadi consumer-oriented sangat lebih baik dibandingkan dengan product oriented. Lebih mudah menjual produk/jasa yang memang diinginkan oleh lingkungan kita daripada memaksakan lingkungan kita membeli produk/jasa yang menurut kita bagus, bahkan hebat.

Contoh: Warung makan yang dibuka karena kita punya lahan di lokasi yang ramai dan strategis, dekat dengan kampus atau kos-kosan, akan lebih memiliki peluang untuk ramai daripada warung makan yang dibuka karena kita merasa kita bisa membuat masakan yang lebih enak daripada yang lain. Kuncinya adalah ‘membaca’ dan menggali demand (bahkan yang sifatnya masih latent demand ya). Terus dan terus.

Well, I’m not saying that fokus di 1 bisnis itu salah. Semua tergantung jenis produk/jasa kita, skala usaha kita, dan tingkat persaingan dalam kategori tersebut.

PR kita adalah membuka mata, dan membaca dengan jeli, segala situasi di industri yang sudah kita masuki. Jangan ragu untuk selalu jujur pada diri kita sendiri saat menjalani proses ini.

Perusahaan itu adalah diri kita sendiri. Siapkan lebih dari 1 bisnis. Buat itu menjadi hits. Tutup sebelum merugi, dan besarkan yang lain lagi sebelum yang akan merugi itu ditutup. *Maksimal, pertahankan 1 bisnis saja yang sudah kita anggap seperti ‘anak’ kita sendiri 😀

Tidak perlu lagi berjuang untuk membuat merek yang melegenda. Cukup berjuang untuk meraih income yang maksimal pada periode yang sudah kita ukur dan rencanakan. Being a winner along with other winners at the time being…

“Diri kita lah perusahaannya,
bukan perusahaan X yang kita dirikan beberapa tahun yang lalu…”
Arya

Saya sendiri cukup terlambat menyadari dan mengakui hal ini 🙂

– – – 00 – – –

Memiliki lebih dari 1 Bisnis

Don’t give up.“, itu mindset yang sering ditanamkan pada diri kita sejak kita masih belajar berjalan atau bermain sepeda.

Ada saatnya, dimana kita harus ‘cuek’, dan tidak memperdulikan omongan sekitar, untuk terus maju dan membesarkan bisnis yang sedang kita jalani.

Tapi ada saatnya juga, dimana we really should know when to stop or give up, untuk membesarkan diri kita, sebagai pebisnis. For the greater good 🙂

Apalagi yang bisa kita bangun? Kuncinya ada di Diversifikasi, Intensifikasi, dan/atau Ekstensifikasi.

Kita bisa memulai dengan memikirkan Diversifikasi, Intensifikasi, dan/atau Ekstensifikasi dari bisnis yang sedang berjalan, sebagai langkah untuk memperpanjang usia bisnis yang sedang kita jalani saat ini.

Setelah itu, baru memikirkan Diversifikasi, Intensifikasi, dan atau Ekstensifikasi dari apa yang kita bisa (dari sisi skills, experiences, dan resources), agar dapat memulai bisnis baru.

Ingat, semuanya harus berhulu pada demand. Terus ulangi proses ‘hibernasi’ ini secara periodik. Jadikan proses ini sebagai habit, agar kita, sebagai perusahaan, dapat terus berkiprah di dunia yang terus semakin cepat berubah.

Menggunakan Diagram Analisis 4C-Diamond (Change, Customer, Competitor, dan Company) dari Hermawan Kartajaya, dan menggunakan mindset bahwa “C” yang Company itu adalah diri kita, dapat mempermudah proses ini 🙂

Untuk membaca sedikit gambaran tentang Analisa 4C-Diamond bisa dibaca di sini.

Atau bila ingin lebih sederhana, seperti yang biasa saya lakukan untuk memahami dasar awal dari sesuatu, ambil arti harfiah dari keempat kata “C” tersebut, lalu hubungkan dengan konteksnya; dunia bisnis saat ini. It usually works for me 😉

– – – 00 – – –

PS: Saya memutuskan untuk memulai rajin menulis lagi ini adalah bagian dari hasil proses hibernasi tersebut 🙂

Hello!

A Father of two.
Love Marketing and Business Development. Currently expanding knowledge and expertise in coding and Website Development.

Leave a Comment