I just want our kids, nephews, grandkids, great grandkids, dan seluruh keturunan kita semua nanti, hidup di Indonesia yg nyaman untuk ditinggali dan membanggakan untuk dilihat.
“Mau dakwah? Jangan di restoran, kecuali kita booking satu gedung restorannya.
Mau cari muka ke Tuhan? Beliau bahkan minta kita untuk menjaga hubungan antar manusia, sama tinggi kadarnya dengan hubungan antara kita dengan beliau.
Kita memang punya hak untuk berpikir dan berbicara tentang apapun. Tapi kita punya kewajiban yg lebih besar untuk selalu menjaga supaya dunia ini tetap indah.”
..
Dunia maya ini bukan kamar kecil, loteng, atau garasi kita di rumah. Ini seperti restoran besar, yg walaupun mungkin ada sekat antar mejanya, semua obrolan kita tetap bisa didengarkan oleh pengunjung meja lain.
Dunia maya sering tidak menunjukkan kerendahan hatinya, untuk sekedar berpikir lebih panjang tentang sebab-akibat.
Kenapa banyak yg tampil berbeda di dunia nyata dan dunia maya?
Hanya segelintir orang yg tampak terus berusaha menciptakan apa yg dilakukan oleb Roberto Benigni untuk anaknya dalam film Life is Beautiful di dunia maya ini.
What if we lose? What will happen to this country?
Kehidupan seperti apa yg akan dihadapi oleh anak-anak, dan keponakan-keponakan saya, esok, ketika di dunia maya kini banyak yg menyebarkan kedengkian dan ketinggian hati?
Dunia maya ini bukan kamar kecil, loteng, atau garasi kita di rumah. Ini seperti restoran besar, yg walaupun mungkin ada sekat antar mejanya, semua obrolan kita tetap bisa didengarkan oleh pengunjung meja lain.
Saya pribadi tidak pernah suka ngobrol tentang agama di dunia maya. Kecuali tentang perayaan, merayakan, memberi ucapan selamat, hari besar agama, agama manapun, seingat saya, saya tidak pernah posting sesuatu tentang itu. Karena saya sadar, potensi negatif yg bisa muncul.
Sedikit, frekuensi kecil, kadar rendah, positif, atau negatif, namun bila semua orang melakukan, percayalah, itu bisa menimbulkan potensi konflik. Ketika banyak orang melakukannya, can you imagine what will happen?
Kita bisa tidak peduli. Sangat mudah dan menyenangkan rasanya untuk tidak peduli.
Banyak yg tidak peduli dengan resiko-resikonya.
Banyak yg merasa, merasa bisa posting apapun yg dimau, karena itu akun pribadinya sendiri.
Silahkan, suka atau tidak, sadar atau tidak, anda ikut memiliki andil bila bangsa ini akhirnya memiliki konflik besar karena agama (dan politik).
Makin ke sini, makin banyak yg tampak memasang mental siap perang dan memilih untuk menganak-tirikan kehidupan yg damai saat jari-jari, mata, pikiran dan hatinya, memasuki dunia maya.
Kita memang punya hak untuk berpikir dan berbicara tentang apapun. Tapi kita punya kewajiban yg lebih besar untuk selalu menjaga supaya dunia ini tetap indah.
Ini bukan garasi rumah kita, ini restoran.
Mau dakwah? Jangan di restoran, kecuali kita booking satu gedung restorannya.
Mau cari muka ke Tuhan? Ingat, beliau bahkan minta kita untuk menjaga hubungan antar manusia, sama tinggi kadarnya dengan hubungan antara kita dengan beliau.
Saya sendiri, kalau di akun-akun media sosial dunia maya ini lebih suka posting foto-foto sahabat baru saya, Panji Atmananda, yg sudah 3 taun terakhir ini jadi temen main setiap hari. Nanti kalo dia punya adik, posting fotonya pasti akan lebih sering lagi. Selain foto-foto, saya juga cukup hobi sharing video lagu, karena dari kelas 3 SD saya bercita-cita jadi Music Director di radio, dan tidak pernah kesampaian.
Ya, saya lebih suka posting hal-hal yg ‘remeh-temeh’ itu. Dan itu, percayalah, bukan karena I have nothing to say.
I just want our kids, nephews, grandkids, great grandkids, dan seluruh keturunan kita semua nanti, hidup di Indonesia yg nyaman untuk ditinggali dan membanggakan untuk dilihat.
Saya bersyukur dilahirkan, dibesarkan, dan dididik oleh orang tua dan keluarga besar yg mengajarkan saya untuk menjadi orang yang baik. Bukankah kita semua begitu? :)
*tulisan ini adalah celoteh saya di facebook bulan Oktober taun 2016 yang lalu. bisa di lihat di sini.